Personal Pronouns "Odan" dalam telaah Etimologi Bahasa Melayu Batubara. Ditulis dan diperbanyak untuk Abangda Almarhum Dr. H. Nasrun Adil, M.Pd Dosen FBS Unimed. Dikirimkan ke seluruh " Langguage Area" Melayu Batubara. Semoga ada manfaatnya.
Langguage Area Melayu Batubara meliputi kecamatan Talawi, Tanjungtiram, Sei Nalai, Limapuluh, Air Putih, Sei Suka, Medangderas, Bandar Khalifah, Tanjung Beringin (Bedagai), Meranti (Kp. Bunga dan Rawang Lama), Air Joman (Silau Lama). Menurut penelitian Prof.Hj.Tengku Sylvana Chairun Nisa Sinar,MA,Ph.D, bahwa bahasa Melayu Batubara di perhitungkan 250.000 jiwa. Di Kecamatan T.Mengkudu, Perbaungan dan Pantai Labu merupakan wilayah transisi (campur kode, istilah Linguistik) dimana antara dialek Melayu Batubara dengan dialek Melayu Serdang yang sama-sama bercampur baur digunakan.
Sebahagian orang Batubara kurang dari 10% menggunakan personal pronoun "odan"dalam konferensi sehari-hari. Kata ganti nama ddiri odan bersaing pemakaiannya dengan ; aku, sayo, awak, ambo dan diksi lain yang tak frekuentif (ama, anyo, inong, nama kecil dll). Pemakai kata odan umumnya berasal dari kampung-kampung tertentu (Pagurawan, Kebunkopi, Simpanggambus, Simpangdolok, Limalaras, Ujungkubu, Kampungpanjang dan lain-lain). Kenyataannya kebanyakan digunakan oleh para generasi tua dan usia 30 tahun keatas. Varian dalam dialek tuturan cepat odan diucapkan jadi dan atau an. Padagenerasi muda kata odan bersaing berat pemakaiannya dengan sinonimnya yang lain. Observasi pertengahan tahun 2007 diperkirakan generasi muda yang mempergunakan personal pronoun odan kurang daru 10% sekalipun di pusat "langguage area"ya.
Di kalangan aristocrat Melayu Batubara dikenal pula pemakaian kata beta. Abdi dalam (punggawa/pegawai istana ) membahasakan dirinya dengan patik. Rakyat biasa menyebutkan dirinya dengan hamba, hambo, ambo, bila berbicara dengan raja dan para pembesarnya. Seorang anak dinilai pula baik budi bahasanya bila memakai kata saya untuk menyebutkan diri kepada orang tua, atok-nenek atau kepada guru mengajinya. Hal ini disebabkan pengaruh kalangan terpelajar Melayu dari hasil pendidikan Hindia Belanda yang sengaja memilih kata saya atau sahayan yang berasal dari kata hamba saya sebagai kata ganti orang pertama tunggal (personal pronoun) untuk maksud tertentu dari penjajah.
Pilihan kata bersinonim yang harus disesuaikan pemakaiannya itu menunjukkan kemampuan pragmatika sebagai tolak ukur berbudi bahasanya seorang anak Melayu, karena dari nada berbicara dan pilihan kata yang diucapkan dapat diketahui apakah seseorang memiliki pikiran yang baik dan sikap yang menyenangkan. Seperti termaktub dalam pantun :
Tingkap papan kayu bersegi
Sampan sakat di Pulau Angsa
Bertambah tampan karena budi
Budi bahasa menunjukkan bangsa
Tinggi pohonnya kayu kepayang
Tumbuh dekat pokok nangka
Elok bahasa lagi sembayang
Kemana pergi orang kan suka
Pucuk pauh delima batu
Burung Nuri membuat sarang
Berbudi bahasa tak lagi tahu
Alamat diri tak disukai orang
Permata intan cincin suasa
Letak sekejap di atas peti
Baik budi manis bahasa
Orang sekampung menaruh hati
Sebagaimana terjadi dalam bahasa manapun di dunia, akhir-akhir ini terjadi perubahan nilai rasa pada banyak kata tertentu. Kosa kata odan dirasakan kurang halus pemakaiannya terutama pada orang batubara yang tidak menggunakan kata tersebut dan juga karena kurang berpengetahuan kepada kaidah semantik Melayu dan kurang berwawasan kebahasaan.
Orang Melayu memang memiliki berates perangkat kata bersinonim yang harus dipilih suai mengucapkannya, mana yang baik dan yang lebih baik, mana pula yang indah dan yang lebih indah untuk dipergunakan pada tempatnya. Semua orang Melayu di seluruh Nusantara sanga memperhatikan benar aturan yang mesti dipatuhi dalam setiap berbicara dan kepada siapa seseorang sedang berbicara.
Yang luri buah kundi
Yang merah buah saga
Yang baik ialah budi
Yang indah ialah bahasa (Malays Pantoon, Prof. Pijjnavel, 1896)
Menurut Tuanku Sulatanah Prof. Hj. Sylvana Chairun Nisa Sinar, MA.Ph.D, kata odan secara etimologis berasal dari kosa kata Arab : abdan ; adan; odan dan an. Abdan berarti hamba, abdi, pengabdi, penyembah. Abdan iza shollah, abdan syakuro. Hamba Allah yang tahu bersyukur.Peneliti bahasa lain mengatakan bahwa kata odan berasal dari dari kosa kata Arab juga yaitu abdani atau badan. Kedua kata muasal odan ini yaitu 'abdan dan abdani' yang satu berarti hamba yang lain berarti badan atau tubuh. (Drs. Nasrun Adil Nasir, M.Pd, IKIP Medan 1990)
Secara Etimologi (asal muasal sejarah setiap kata) nilai rasa kata odan lebih tinggi dari kata saya karena kata saya berasal dari sahaya dan dari hamba sahaya. Hambo sahay0 berarti suruh=suruhan raja. Manakah lebih tinggi manknya : pengabdi Allah atau pesuruh raja ?
Masih dari journal penelitian yang berjudul : "The Study Linguistic Arbitrary Dictionary Malay's in East Sumatera"(Sylvana Sinar, FS.Inggris USU-1991), ternyata orang MElayu yang menggunakan personal pronlun odan dan varian sintakmatiknya yang lain : udan, dan, an, badan, dan adan diperhitungkan hampir satu juta jiwa. Varian odan pada orang Minangkabau: adan, den, badanden dan denai secara keseluruhan dari muasal kata yang sama. Kosa kata odan menduduki rangking frekuentif ketiga dipergunakan dalam percakapan sehari-hari setelah kata aku dan saya pada semua orang-orang Melayu di Nusantara ini. Orang Banten dan Sunda juga mengenal varian kata badan itu menjadi abdi dan ngabdi. Orang Jawa juga mengenal kata abdi tetapi dengan arti dan pemakaian yang berbeda.(Prof.Samsoery: Analisis Bahasa)
Dalam kultur area Melayu, kata odan dipakai oleh sebahagian orang di Panttani, Narathiwat, Yala (Selatan Thailand), Pahang, Kedah, Trengganu, Negeri Sembilan, Batubara, Siak, Ogan Komeringhulu, Muara Tembesi, Kodya Bengkulu, Teluk Betung, Sambas dan Pontianak (Kalbar), Kuching (Serawak) dan Temburong (Brunai Darussalam)
Ternyata transfer kosa kata Arab, 'abdan dan abdani yang beradaptasi menjadi odan, an, adan, aden, udan, uan dan badanden dan denai tidak hanya pada orang Melayu dan Minangkabau saja sekalipun kurang frekuentif (jarang dipergunakan) dan bahkan arkhais kata odan juga dikenal di Tidore (Maluku Utara), Bolaang Mongondow, Sangihe, Gorontalo dan Bima di NTB.
Namun menurut Linguistik pula nilai rasa kata bisa berubah-rubah sesuai dengan perkembangan zaman dan ranah pemakaiannya. Kini nilai kata saya dianggap lebih tinggi dari sinonim personal pronouns yang lain baik dalam bahasa formal maupun non formal.Masyarakat pun tidak pula boleh merendahkan orang yang menggunakan kata ganti nama diri (personal pronouns) yang bersifat kedaerahan asal dipakai sesuai pada tempatnya dan kepada siapa kata tersebut digunakan.
Dikutipsarikan dan artikan dari journal penelitian FS Inggris USU : 1991
Wassalam bil maaf Rizal Mahmuzar Nasir ( Guru Bhs. Indonesia SMAN 1 Talawi Kab. Batu Bara )
Hasil penelitina terhadap 500 responden pada bulan April 2002 di Desa Ujungkubu Kecamatan Tanjungtiram adalah sebagai berikut :
A.Responden usia 30 tahun ke atas
Yang menggunakan odan 237 orang, menggunakan aku 39, menggunakan awak 57 orang
menggunakan sayo/ayo 31 orang, yang menggunakan kata ambo 21 orang dan menyebutkan nama diri
atau nama kecil 28 orang dan selebihnya personal pronouns yang lain
B. Responden usia 29 tahun ke bawah
Yang menggunakan odan 18 orang, aku 232 orang, awak 59 orang, yang menggunakan kata ambo 2 orang
yang menggunakan sayo/ayo 11 orang dan menyebutkan nama diri 71 orang (terutama anak usia 17 tahun
kebawah) yang selebihnya menggunakan personal pronouns yang lain.
Burung nuri terbang melayang
Hainggap seekor di ranting kayu
Kemana pergi orang kan sayang
Kalau baik budi dan laku
Datuk Bidul pendekar silat
Diundang sampai ke Malaysia
Kalau rajin mengerjakan sholat
Hidup selamat lagi Bahagia
(Pantun Melayu, Nur'aidah TS )
Medan, 5 Dzulkaidah 1428 H. Kulluhanlin wa Antum bilkhair